Belajar Agama dari Rumah lewat E-learning Muslim Pertama di Indonesia Inspiratif
Pandemi Covid-19 membuat sebagan besar kegiatan tatap muka masih harus dilakukan dari rumah, mulai dari ibadah, bekerja dan belajar. Termasuk kegiatan pembelajaran agama, baik di lingkup pendidikan formal maupun melalui lembaga informal seperti Taman Pendidikan Al-Quran TPQ, pengajian, dan lainnya.
Untuk mempermudah anak-anak, orangtua, serta masyarakat mendapatkan pembelajaran agama selama di rumah, platform komunitas dan gaya hidup Muslim Umma merilis uClass, yakni fitur e-learning Muslim pertama di Indonesia yang memiliki kurikulum yang komprehensif. Saat ini kelas-kelas di uClass diisi oleh lebih dari 100 Ustaz serta pemateri lainnya.
Terlebih, kata dia, di tengah pandemi masyarakat kini memiliki kebutuhan religi yang semakin meningkat. “Melalui uClass, umat Islam bisa belajar mulai dari membaca Al-Quran hingga beragam topik lainnya,” papar Indra dalam konferensi video, Rabu (9/9/2020).
Salah satu materi unggulan yang ada di uClass adalah belajar Al-Quran untuk orang dewasa dan anak-anak. Baca juga: 7 Program Prioritas Pendidikan Mendikbud Nadiem di Tahun 2021 Kelas BBQ (Belajar Baca Qur’an) di uClass misalnya, kurikulumnya disusun secara sistematis dan dibagi menjadi beberapa jenjang yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman pengguna. “Fitur Al-Quran di Umma tersedia gratis dan tanpa iklan.
Kami berharap dengan adanya kurikulum yang sistematis di uClass, lebih banyak umat Muslim bisa belajar Al-Quran dengan mudah tanpa harus meninggalkan rumah ataupun pergi ke tempat lain khususnya di masa pandemi ini,” terang Indra. Selain belajar baca Al-Quran, imbuhnya, uClass juga memiliki beragam kelas lainnya yang dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan diri menjadi pribadi yang produktif dan lebih baik.
Baca juga: Tanamkan Budi Pekerti, Bacakan 5 Dongeng Tradisional ini Sejak Dini “Pengembangan fitur e-learning uClass dan penyempurnaan fitur-fitur lainnya termasuk Al-Quran, doa-doa harian, live streaming dan Tanya-Jawab (Q&A) dengan Ustaz merupakan bentuk continuous improvement berdasarkan masukan dari pengguna demi menjawab berbagai kebutuhan umat Islam di Indonesia,” tambah Indra.
Muslimah public figure Oki Setiana Dewi yang hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa Umma sangat membantunya dalam mengajarkan Al-Quran pada anak-anak. “Banyak aktivitas akselerasi diri dan keluarga yang cukup terhambat, termasuk salah satunya anak-anak yang tidak bisa les mengaji atau ikut Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) seperti normal. Hadirnya uClass tidak hanya memudahkan belajar jadi Muslim yang produktif, tetapi juga membantu anak-anak saya untuk belajar Al-Quran lebih baik lagi, Insya Allah,” paparnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Belajar Agama dari Rumah lewat E-learning Muslim Pertama di Indonesia”, Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/09/170000771/belajar-agama-dari-rumah-lewat-e-learning-muslim-pertama-di-indonesia.
Penulis : Ayunda Pininta Kasih
Editor : Ayunda Pininta Kasih
- Published in Berita
Pesantren dan Pendidikan Agama Wajib Dapat Perhatian di “New Normal”
Pada sektor pendidikan Pemerintah tengah menggodok kebijakan afirmasi (penguatan) menyusul diberlakukannya tatanan normal baru ( new normal) khususnya pesantren dan pendidikan keagamaan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy melalui telekonferensi (8/6/2020).
Ia menekankan pesantren dan pendidikan keagamaan wajib mendapat perhatian. Tidak hanya dari segi pembelajaran di tengah pandemi virus Covid-19, tetapi juga menyangkut bantuan sosial (bansos). “Tugas Kemenko PMK adalah melakukan koordinasi terkait hal ini. Sebelum nanti akan dilaporkan ke Wapres (Ma’ruf Amin) dan dimatangkan dalam Rapat Kabinet Terbatas. Kita ingin ini agar clear dulu dengan mendengar masukan dari para stakeholder,” kata Muhadjir dilansir dari laman Kemenkopmk.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun sudah menyetujui total anggaran sebesar Rp2,36 triliun. Muhadjir meminta agar pembagian alokasi anggaran itu benar-benar mempertimbangkan proporsionalitas dari setiap pesantren. Sementara untuk bantuan operasional pesantren, madrasah, atau lembaga pendidikan keagamaan lainnya, agar disertai dengan petunjuk teknis yang dikoordinasi oleh Kemenag.
“Masalah proporsionalitas ini sangat penting, berapa jumlah santrinya, jumlah pengajar, pengasuh, dan lain-lainnya. Kalau bisa data itu nanti bisa dijadikan dasar untuk afirmasi pesantren ke depan,” ujarnya. Ia juga mengusulkan agar komponen listrik masuk dalam skenario pemberian bansos kepada pesantren selain jenis bantuan sosial yang berasal dari Kemensos dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Ia meminta Kementerian Agama menyiapkan peta 21 ribu pesantren dan dipilih mana yang prioritas untuk nanti dibantu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Bantuannya berupa tempat wudhu, MCK, dan tempat cuci tangan.
Lintas kementerian dan kerja bersama Menurut Muhadjir, Kemenag telah menyatakan akan segera menyiapkan data lebih dari 1,2 juta ustad berbasis nama, alamat, dengan disertai NIK agar dapat dipadankan kedalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga tidak terjadi duplikasi dalam pemberian bantuan.
Begitu pula Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, menegaskan siap untuk memberikan dukungan MCK, air bersih, dan sarana wudhu. “Pondok pesantren harus menjadi percontohan bagi implementasi kenormalan baru dalam kehidupan dengan mengutamakan hidup bersih dan sehat,” katanya. Baca juga: Dana Bos Bisa Digunakan untuk Keperluan Belajar Daring Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengatakan, untuk afirmasi pendidikan agama yang lain akan dibahas lebih lanjut secara khusus.
Sementara Kemendikbud, diminta terlibat secara penuh untuk bertanggung jawab terhadap sekolah yang berbasis pesantren. Ia juga meminta Pondok pesantren berkoordinasi dengan puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk memperkuat pelayanan kesehatan di pesantren. Selain itu, memantau perkembangan covid-19 yang digunakan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan pesantren.
Menyoal kapan pondok pesantren akan dibuka, Muhadjir menyerahkan kepada Gugus Tugas Covid masing-masing daerah. Pengasuh pondok pesantren perlu berkoordinasi dan menghitung secara cermat agar tidak muncul klaster baru, serta tetap melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Muhadjir: Pesantren dan Pendidikan Agama Wajib Dapat Perhatian di “New Normal””, Klik untuk baca: https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/10/101351271/muhadjir-pesantren-dan-pendidikan-agama-wajib-dapat-perhatian-di-new-normal?page=all#page2.
Penulis : Irfan Kamil
Editor : Yohanes Enggar Harususilo
- Published in Berita
Demi Ujian, Siswa MTs di Lereng Gunung Slamet Ini Jalan Kaki Berburu Sinyal dan Pakai Ponsel Bergantian
Ujian tengah semester (UTS) siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pakis Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, telah dimulai. Namun, di tengah pandemi Covid-19 ini, ujian tidak dapat dilakukan secara tatap muka. Mau tidak mau, mereka harus mengikuti ujian secara daring. Persoalannya, sekolah yang berada di dusun paling ujung dan berbatasan langsung dengan lereng hutan Gunung Slamet ini sangat sulit mendapatkan sinyal.
Siswa harus berjalan kaki melalui jalan desa yang belum rampung dibeton menuju lokasi dengan ketinggian 700 mdpl itu untuk mendapatkan sinyal. Di bawah rerimbunan pohon karet dan alas seadanya, mereka mengerjakan soal-soal ujian melalui Google Form di ponselnya masing-masing. Resa Ramadhani, siswa kelas VIII, mengaku kesulitan untuk mengikuti ujian.
Selain soal Matematika yang tidak begitu dikuasai, ia juga diburu waktu karena harus bergantian ponsel dengan temannya. “Saya pinjam HP punya pak guru, gantian sama teman,” kata Resa seusai menyelesaikan ujian, Selasa (22/9/2020). Baca juga: Perjuangan Bocah Bukit Menoreh, Lewati Hutan dan Kebun demi Ujian Tengah Semester Pagi itu Resa merampungkan 20 soal Matematika hanya dalam waktu 45 menit dari total 90 menit waktu yang tersedia. Sisa waktu 45 menit digunakan teman di sebelahnya untuk mengerjakan soal yang sama. “Nggarapnya ngasal tadi,” ucap remaja dengan rambut lurus berwarna coklat ini.
Setiyani, siswi kelas IX, mengaku sudah dua kali mengikuti ujian daring. Sebelumnya, ia juga harus mengikuti ujian daring pada saat ujian kenaikan kelas, beberapa waktu lalu. “Gampang-gampang susah,” ujar Yani malu-malu. Guru sekaligus pendiri MTs Pakis Isrodin mengatakan, sebelum pandemi, para siswa biasanya mengikuti ujian di MTs Maarif NU 2 Cilongok sebagai sekolah induk. “Biasanya ujian di sana, tapi karena pandemi jadi ujiannya online.
Di bukit ini titik yang paling ideal, titik tertinggi di antara permukiman warga, sinyalnya bagus,” kata Isrodin. Selain terkendala sinyal, ujian daring juga menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua siswa memiliki pon. Dari 20 siswa yang ada, sekitar seperempatnya tidak memiliki ponsel. “HP saya buat gantian. HP saya juga digunakan untuk tethering di sini.
Siswa dibagi tiga kelompok, ada yang ujian di sini, ada juga yang di rumah pengurus BUMDes di bawah sana, ada wifi-nya,” ujar Isrodin. Isrodin mengaku tidak bisa memaksakan siswa memiliki ponsel dan membeli kuota internet. Pasalnya, sebagian besar orang tua siswa hanya bekerja sebagai buruh tani di hutan. “Kalau untuk lokasi ujian di bukit enggak masalah, karena mereka terbiasa belajar di alam,” kata Isrodin.
Sekolah yang berdiri tahun 2014 ini memang memiliki konsep pembelajaran yang unik. Pada kondisi normal, pembelajaran lebih sering dilakukan di luar ruang. Tanpa seragam pula. Di tengah kegiatan belajar mengajar, para siswa juga praktik bercocok tanam, beternak, dan budidaya ikan. Siswa tidak dipungut biaya sepeser pun, pendaftaran siswa baru cukup dengan hasil bumi.
“Selama pandemi ini pembelajaran pakai HT bantuan dari Orari Banyumas. Siswa dibagi beberapa kelompok, masing-masing kelompok saya kasih dua atau tiga HT,” jelas Isrodin. Isrodin mengatakan, UTS yang dimulai sejak Senin (21/9/2020) akan berlangsung hingga akhir pekan ini. Selanjutnya pembelajaran akan kembali dilakukan menggunakan HT.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Demi Ujian, Siswa MTs di Lereng Gunung Slamet Ini Jalan Kaki Berburu Sinyal dan Pakai Ponsel Bergantian”, Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/09/23/08211121/demi-ujian-siswa-mts-di-lereng-gunung-slamet-ini-jalan-kaki-berburu-sinyal?page=all#page2.
Penulis : Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain
Editor : Khairina
- Published in Berita
Tinta Spidol dari Daun Jambu Biji Karya Siswa MTs Jadi Juara
GRESIK, KOMPAS.com – Inovasi tinta spidol dari ekstrak daun jambu biji yang dibuat para siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nahdlatul Ulama (NU) Trate, Gresik, Jawa Timur, akhirnya meraih penghargaan dalam 4th National Creativity Competition 2017 yang berlangsung di SMA Darul Ulum 1 Jombang, 7-9 September 2017.
Inovasi tersebut ditetapkan sebagai yang terbaik dalam kategori Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) usai menyisihkan para kandidat lain.
“Kemarin itu hanya dipilih oleh panitia, penghuni lima besar saja. Jadi hanya yang dinyatakan lolos lima besar saja yang diundang. Selain kami, juga ada yang dari Lamongan dan Blitar,” ucap Indriyani (13), salah satu siswi peneliti tinta spidol dari daun jambu biji, Jumat (15/9/2017).
Juara selanjutnya adalah alat bantu menghafal Al-Quran dari siswa SMP Al Khidmah Blitar sebagai runner-up, kemudian mi dari kulit kacang hijau hasil penelitian siswa MTs Negeri Lamongan di posisi ketiga. “Kalau kata dewan juri kemarin, inovasi kami menjadi yang terbaik karena dianggap bagus, gampang buatnya serta menarik,” ucapnya. (Baca juga: Para Siswi MTS Ini “Sulap” Daun Jambu Biji Menjadi Tinta Spidol)
Sebelum nilai untuk menentukan sebagai yang terbaik dikeluarkan, inovasi dari para peserta memang terlebih dahulu diuji serta disuruh untuk mempresentasikan di hadapan dewan juri.
Dengan anggota dewan juri berasal dari perwakilan dari SMA Darul Ulum 1 Jombang selaku tuan rumah, dosen dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, serta perwakilan dari Universitas Merdeka Malang.
“Berbeda dengan spidol yang sudah beredar di pasaran, kalau inovasi kami ini menggunakan campuran pelarut air dan cuka sehingga baunya tidak menyengat. Sebenarnya tinta bisa lebih tahan lama lagi asalkan pakai pelarut sylene. Hanya jika pakai itu, justru baunya menyengat dan berbahaya, malah tidak ramah lingkungan,” tutur Yulistya Rahma Fitri (13), salah satu siswi peneliti tinta spidol dari daun jambu biji yang lain.
Inovasi tinta spidol dari daun jambu biji tersebut memang sudah beberapa bulan ini coba diteliti dan dikembangkan oleh Yulistya dan Indriyani di bawah arahan Muhammad Faiq Rofiqi sebagai guru pembimbing.
“Kami harap, hasil inovasi kami ini dapat terus dikembangkan secara berlanjut, sehingga nantinya dapat dipasarkan secara bebas dan dinikmati banyak orang,” ungkap Yulistya.
Sebelumnya, hasil penelitian yang dikembangkan Yulistya dan Indriyani, juga sudah sempat diikutsertakan dalam ajang serupa namun tingkat kabupaten. Hanya saja, dalam ajang tingkat kabupaten inovasi tersebut harus puas menyabet posisi runner-up.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Tinta Spidol dari Daun Jambu Biji Karya Siswa MTs Jadi Juara”, Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2017/09/15/14084181/tinta-spidol-dari-daun-jambu-biji-karya-siswa-mts-jadi-juara.
Penulis : Kontributor Gresik, Hamzah Arfah
- Published in Berita