Ujian tengah semester (UTS) siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pakis Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, telah dimulai. Namun, di tengah pandemi Covid-19 ini, ujian tidak dapat dilakukan secara tatap muka. Mau tidak mau, mereka harus mengikuti ujian secara daring. Persoalannya, sekolah yang berada di dusun paling ujung dan berbatasan langsung dengan lereng hutan Gunung Slamet ini sangat sulit mendapatkan sinyal.
Siswa harus berjalan kaki melalui jalan desa yang belum rampung dibeton menuju lokasi dengan ketinggian 700 mdpl itu untuk mendapatkan sinyal. Di bawah rerimbunan pohon karet dan alas seadanya, mereka mengerjakan soal-soal ujian melalui Google Form di ponselnya masing-masing. Resa Ramadhani, siswa kelas VIII, mengaku kesulitan untuk mengikuti ujian.
Selain soal Matematika yang tidak begitu dikuasai, ia juga diburu waktu karena harus bergantian ponsel dengan temannya. “Saya pinjam HP punya pak guru, gantian sama teman,” kata Resa seusai menyelesaikan ujian, Selasa (22/9/2020). Baca juga: Perjuangan Bocah Bukit Menoreh, Lewati Hutan dan Kebun demi Ujian Tengah Semester Pagi itu Resa merampungkan 20 soal Matematika hanya dalam waktu 45 menit dari total 90 menit waktu yang tersedia. Sisa waktu 45 menit digunakan teman di sebelahnya untuk mengerjakan soal yang sama. “Nggarapnya ngasal tadi,” ucap remaja dengan rambut lurus berwarna coklat ini.
Setiyani, siswi kelas IX, mengaku sudah dua kali mengikuti ujian daring. Sebelumnya, ia juga harus mengikuti ujian daring pada saat ujian kenaikan kelas, beberapa waktu lalu. “Gampang-gampang susah,” ujar Yani malu-malu. Guru sekaligus pendiri MTs Pakis Isrodin mengatakan, sebelum pandemi, para siswa biasanya mengikuti ujian di MTs Maarif NU 2 Cilongok sebagai sekolah induk. “Biasanya ujian di sana, tapi karena pandemi jadi ujiannya online.
Di bukit ini titik yang paling ideal, titik tertinggi di antara permukiman warga, sinyalnya bagus,” kata Isrodin. Selain terkendala sinyal, ujian daring juga menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua siswa memiliki pon. Dari 20 siswa yang ada, sekitar seperempatnya tidak memiliki ponsel. “HP saya buat gantian. HP saya juga digunakan untuk tethering di sini.
Siswa dibagi tiga kelompok, ada yang ujian di sini, ada juga yang di rumah pengurus BUMDes di bawah sana, ada wifi-nya,” ujar Isrodin. Isrodin mengaku tidak bisa memaksakan siswa memiliki ponsel dan membeli kuota internet. Pasalnya, sebagian besar orang tua siswa hanya bekerja sebagai buruh tani di hutan. “Kalau untuk lokasi ujian di bukit enggak masalah, karena mereka terbiasa belajar di alam,” kata Isrodin.
Sekolah yang berdiri tahun 2014 ini memang memiliki konsep pembelajaran yang unik. Pada kondisi normal, pembelajaran lebih sering dilakukan di luar ruang. Tanpa seragam pula. Di tengah kegiatan belajar mengajar, para siswa juga praktik bercocok tanam, beternak, dan budidaya ikan. Siswa tidak dipungut biaya sepeser pun, pendaftaran siswa baru cukup dengan hasil bumi.
“Selama pandemi ini pembelajaran pakai HT bantuan dari Orari Banyumas. Siswa dibagi beberapa kelompok, masing-masing kelompok saya kasih dua atau tiga HT,” jelas Isrodin. Isrodin mengatakan, UTS yang dimulai sejak Senin (21/9/2020) akan berlangsung hingga akhir pekan ini. Selanjutnya pembelajaran akan kembali dilakukan menggunakan HT.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Demi Ujian, Siswa MTs di Lereng Gunung Slamet Ini Jalan Kaki Berburu Sinyal dan Pakai Ponsel Bergantian”, Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/09/23/08211121/demi-ujian-siswa-mts-di-lereng-gunung-slamet-ini-jalan-kaki-berburu-sinyal?page=all#page2.
Penulis : Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain
Editor : Khairina